4 Situs Sejarah Candi di Blitar, Jawa Timur
Blitar merupakan kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk berkisar 1.223.745 jiwa pada tahun 2020, memiliki 22 kecamatan, 28 kelurahan serta 220 desa. Kabupaten Blitar memiliki julukan antara lain yaitu Kota Patria karena pada zaman dahulu pasukan pembela tanah air yang dipimpin oleh Sudanco Supriyadi sebagai pelopor perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Jepang.
Selain itu Blitar juga memiliki julukan yaitu Bumi Seribu Candi dikarenakan terdapat banyak peninggalan sejarah pada masa Hindu Budha. Saat ini kami merangkum 4 situs sejarah candi yang berada di Blitar, Jawa Timur sebagai berikut :
1. Situs Sejarah Candi Penataran
Situs sejarah Candi Penataran beralamat di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi Penataran memiliki nama asli yaitu Candi Palah yang merupakan sebuah tempat peribadatan agama Hindu Budha, dibangun pada Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 M.
Penemuan Candi Penataran pada tahun 1815 oleh Sir Thomas Stamford Raffles yaitu seorang gubernur pada zaman penjajahan Inggris di Nusantara. Pada bangunan relief Candi Penataran memiliki khas yaitu bentuk relief manusia berbentuk seperti wayang kulit.
Pada dinding pendopo bagian timur terlihat ukiran yang memiliki kisah tentang Bubhuksah dan Gagang Aking yaitu Bubhuksah merupakan sosok berukuran besar, memakan berbagai makanan, serta tidak pernah tidur.
Gagang Aking seorang yang berbadan kurus, senantiasa berpuasa, dan tidur. Pada pendopo terdapat ukiran yang memiliki kisah yaitu Sri Tanjung dengan Raden Sidapaksa yaitu mereka berdua merupakan pasangan yang menjalin kasih cinta.
Lihat Humaniora Selengkapnya
Serang Beach Serang beach is located in Serang village, Panggungrejo sub-district, it ‘s about 40 Km from Blitar city. This beach is stunningly beautiful. The sea water has turquoise color and strong waves, typical of Indonesian south sea. Moreover, the greenish nuance is also can be found around the hill in the next side of the beach. The visitors who come to the beach can hike the cliff and fishing. In fact, there are numbers of fisherman who traditionally fishing the lobster and fishes. More info visit: www.eastjava.com
Tambakrejo Beach is located about 30 km from Blitar city, in Tambakrejo village, Wonotirto district. In this location, in every first Suro month (the new year in Java calendar) is performed a “Larung Sesaji” ceremony, and visited by thousands people from various areas. The south sea (Indonesia Ocean) waves splashing and the sunshine in the evening, make the situation feel peaceful. It is compatible for the townsman who had bored with the metropolitan life. They can enjoy the natural beach with its beautiful waves and beautiful sunset. The visitor can…
Karangsari Agro Tourism Karangsari Village, Regency of Sukorejo, Blitar is become popular because of the Star Fruit (Belimbing). What makes this star fruit become so famous is coming from the size, which has jumbo size, and it has sweeter taste than commonly star fruit, with tempting light yellow. While doing devotional visit to Bung Karno graveyard, you can spend your time visiting Karangsari village and buy the star fruit as a gift. While enjoying the atmosphere at Karangsari village you can also see the star fruit’s tree over the road,…
Tambakrejo Beach Tambakrejo Beach is located about 30 km from Blitar city, in Tambakrejo village, Wonotirto district. In this location, in every first Suro month (the new year in Java calendar) is performed a “Larung Sesaji” ceremony, and visited by thousands people from various areas. The south sea (Indonesia Ocean) waves splashing and the sunshine in the evening, make the situation feel peaceful. It is compatible for the townsman who had bored with the metropolitan life. They can enjoy the natural beach with its beautiful waves and beautiful sunset. The…
Candi Penataran, terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, adalah salah satu candi terluas dan termegah di Jawa Timur. Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad 12-15 Masehi, dan menjadi saksi bisu kejayaan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Penataran seringkali dianggap sebagai pusat keagamaan dan budaya, di mana banyak upacara ritual dan pemujaan terhadap dewa-dewa Hindu.
Candi Penataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar 1200 Masehi, dan digunakan berlanjut pada masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar 1415 yang tersimpan pada prasasti di bagian candi.
Fungsi Candi Penataran
Menurut naskah Bhujangga Manik, Rabut Palah atau kompleks Panataran adalah tempat yang ramai dikunjungi setiap hari untuk melakukan puja dan belajar agama. Bhujanga Manik, seorang bangsawan Sunda, bahkan menetap di sana untuk mempelajari kitab-kitab agama dan hukum.
Sumber lain, Kakawin Parthayajna, menggambarkan tempat suci mirip Candi Penataran sebagai pertapaan berbentuk Meru. Kedua sumber tersebut menunjukkan bahwa Rabut Palah bukan hanya tempat suci, tetapi juga pusat pendidikan agama (mandala) yang dipimpin Siddharsi atau Dewaguru, yang berkembang di Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Fungsi Candi Penataran tak hanya sebagai puja dan belajar keagamaan, namun juga memiliki fungsi sebagai candi kerajaan untuk menghias kaki candi induk Penataran.
Dilansir dari jurnal berjudul Candi Penataran: Candi Kerajaan Masa Majapahit yang ditulis Hariani Santiko, Penataran tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa Siwa dan pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai candi kerajaan (state temple) Majapahit. Pembangunannya dilakukan secara bertahap mulai dari masa Raja Jayanagara hingga Ratu Suhita.
Salah satu bukti Candi Penataran berfungsi sebagai candi kerajaan adalah pemilihan dua relief tentang Wisnu, yaitu dari Kakawin Ramayana dan Kresnayana, yang menghiasi kaki candi induk Penataran. Meskipun Waisnawa bukan agama yang dominan di Jawa, banyak raja, sejak era Mataram Hindu di Jawa Tengah, yang memilih Wisnu sebagai Istadewata atau dewa pelindung mereka.
Candi Penataran yang dulunya disebut dengan Rabut Palah, adalah peninggalan Majapahit yang sangat unik dan istimewa. Tidak hanya itu, candinya masih terlihat indah dan candi ini memiliki fungsi candi, seperti candi kerajaan yang dikunjungi banyak orang untuk memuja Paramasiwa.
Candi Penataran merupakan contoh nyata dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan berbagai cerita dari kitab suci Hindu, seperti Ramayana dan Krenayana. Detail-detail artistik ini tidak hanya menunjukkan keterampilan tinggi para seniman pada masa itu, tetapi juga memberikan wawasan tentang kepercayaan dan praktik budaya masyarakat.
Sebagai salah satu situs warisan dunia, Candi Penataran diakui UNESCO sebagai bagian dari sejarah peradaban Asia Tenggara. Hal ini menegaskan pentingnya pelestarian situs ini, baik sebagai sumber pengetahuan sejarah maupun sebagai objek wisata budaya. Upaya perlindungan dan pemeliharaan terus dilakukan pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan keindahan dan keaslian candi tetap terjaga.
Candi Penataran menjadi salah satu destinasi wisata utama di Blitar. Dengan arsitektur yang megah dan suasana yang tenang, tempat ini menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang indah di sekitar candi, serta mempelajari lebih lanjut tentang sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Berbagai kegiatan edukasi dan festival budaya juga sering diselenggarakan untuk memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Candi Penataran bukan hanya sekadar bangunan bersejarah, ia adalah simbol kekuatan dan kejayaan masa lalu yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan segala nilai sejarah, budaya, dan estetika yang dimilikinya, Candi Penataran merupakan salah satu harta karun Indonesia yang patut dibanggakan dan dikenalkan kepada dunia.
Artikel ini ditulis oleh Sri Rahayu, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Kota Blitar, Jawa Timur menyimpan banyak momen serta lokasi bersejarah Tanah Air, mulai era masa kerajaan hingga kemerdekaan Indonesia. Berbagai peninggalan serta situs sejarah dari masa ke masa yang menjadi saksi berdirinya Tanah Air masih dapat disaksikan di sini. Sehingga tak heran bila daerah berjuluk Kota Patria ini sering didatangi wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.
Mengunjungi peninggalan atau tempat bersejarah juga dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk mencintai Tanah Air. Berwisata ke tempat dengan nilai histori tinggi dapat menumbuhkan rasa cinta Tanah Air. Ada banyak destinasi wisata sejarah yang terbuka untuk dikunjungi wisatawan. Apa saja destinasi wisata sejarah yang ada di Blitar? Berikut ini beberapa di antaranya.
Istana Gebang Blitar
Istana Gebang Blitar adalah rumah masa remaja Bung Karno yang kini menjadi museum. Soekemi Soestrodiharjo ayah Bung Karno berpindah tugas dari Mojokerto ke Blitar membawa serta keluarganya menempati rumah ini. Rumah ini dulunya adalah milik orang Belanda yang merupakan pegawai perusahaan kereta api. Keluarga Bung Karno menempati rumah ini mulai tahun 1917-1919.
Bung Karno menghabiskan masa remajanya di rumah yang fasad bangunannya tetap dipertahankan keasliannya hingga kini. Wisatawan yang berkunjung ke sini dapat melihat interior dan furnitur asli, di antaranya lukisan dan foto Bung Karno, kasur, lemari, tempat duduk, radio, sepeda jengki hingga mobil.
Lokasi: Jl. Sultan Agung No.59, Sananwetan, Kec. Sananwetan, Kota BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 05.00-17.00 WIB
Monumen PETA didirikan untuk mengenang jasa pahlawan nasional Supriyadi yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Supriyadi atau kerap disebut Sudanco Supriyadi merupakan pemipin pemberontakan pasukan pembela Tanah Air (PETA) Blitar melawan tentara Jepang pada tahun 1945. Di tempat berdirinya monumen ini, tepatnya pada 14 Februari 1945 perlawanan PETA terhadap Jepang pertama kali.
Selain Sudanco Supriyadi ada enam tokoh lain yang diabadikan dalam monumen PETA yaitu Chudancho dr Soeryo Ismail, Shodancho Soeparjono, Budancho Soedarmo, Shodancho Moeradi, Budancho Halir Mangkoe Dijaya, dan Budancho Soenanto.
Lokasi: Jl. Sudanco Supriyadi, Bendogerit, Kec. Sananwetan, Kota Blitar
Bila melihat wajah Alun-Alun Blitar yang sekarang, tentu tidak ada yang mengira bahwa dulunya tempat ini pernah dijadikan sebagai lokasi tradisi Rampogan Macan. Rampogan Macan adalah tradisi yang dilakukan untuk menombak macan atau harimau yang dilakukan oleh manusia secara bersama-sama. Saat tradisi itu berlangsung, Alun-Alun dikelilingi lautan manusia yang membawa tombak sementara di tengahnya terdapat macan atau harimau untuk dibunuh.
Tradisi itu berlangsung hingga tahun 1905 yang kemudian dilarang oleh Pemerintah Belanda karena menyebabkan populasi harimau Jawa di ambang kepunahan. Saat ini fisik Alun-Alun Blitar telah berubah dan sisa-sisa keganasan tersebut tidak tampak. Alun-Alun Blitar kini menjadi ruang terbuka hijau yang menjadi pusat kegiatan masyarakat.
Lokasi: Jl. Merdeka, Kepanjen Lor, Kec. Kepanjenkidul, Kota Blitar
Selain sejarah yang berkaitan dengan kemerdekaan RI, wisatawan yang berkunjung ke Blitar dapat melihat peninggalan pada masa kerajaan yaitu Candi Penataran. Candi Penataran merupakan candi bercorak Hindu Siwa terluas di Jawa Timur, yang diperkirakan dibangun pada tahun 1200 Masehi pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri.
Kompleks Candi Penataran terdiri dari beberapa bangunan maupun candi di antaranya Candi Brawijaya, Candi Naga, candi induk atau candi utama, hingga petirtaan. Terdapat juga arca Dwarapala, arca Mahakala, dan Prasasti Palah serta relief yang terukir di dinding candi dengan berbagai cerita. Tidak ada biaya masuk yang dikenakan alias gratis untuk masyarakat yang akan berkunjung ke Candi Penataran.
Lokasi: Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-17.00 WIB.
Candi Wringi Branjang ini
Terletak di Bukit Gedang, Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Candi Wringin Branjang merupakan sebuah candi dengan bentuk yang unik mirip sebuah rumah. Candi ini menghadap ke arah selatan dengan bentuk persegi pada candi dan bentuk limas pada atap candi.
Candi yang memiliki ukiran tahun saka 1231 atau 1309 Masehi diperkirakan merupakan peninggalan Raden Wijaya, kerajaan Majapahit. Adanya candi tersebut sebagai tempat pemujaan Dewi Sri yang bercorak Hindu.
Nah, itu tadi 9 situs Candi bersejarah di Blitar. Jadi, kalian sudah pernah mengunjungi candi apa saja nih?
Baca Juga: Candi Mirigambar di Tulungagung, Memiliki Relief Kisah Panji
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Semua AcehBaliBantenBengkuluDI YogyakartaDKI JakartaGorontaloJambiJawa BaratJawa TengahJawa TimurKalimantan BaratKalimantan SelatanKalimantan TengahKalimantan TimurKalimantan UtaraKepulauan Bangka BelitungKepulauan RiauLampungMalukuMaluku UtaraNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurPapuaPapua BaratPapua Barat DayaPapua PegununganPapua SelatanPapua TengahRiauSulawesi BaratSulawesi SelatanSulawesi TengahSulawesi TenggaraSulawesi UtaraSumatera BaratSumatera SelatanSumatera Utara
Sejarah Candi Penataran
Candi Penataran pertama kali ditemukan para arkeolog pada abad ke-19, dan sejak saat itu menjadi fokus penelitian sejarah dan arkeologi. Dilansir dari jurnal berjudul Menyelami Budaya Membaca Sejarah yang ditulis Muhammad Risalul Amin dan Hendra Afiyanto, kompleks Candi Penataran dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, dimulai pada pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah Jayanagara, pembangunan dilanjutkan Ratu Tribhuwanotunggadewī (1328-1350), dan pada masa kejayaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk (1350-1389), pembangunan kompleks masih berlangsung. Kompleks ini akhirnya selesai dibangun pada masa Ratu Suhita (1400-1477). Beberapa artefak seperti Dwarapala dan Candi Angka menunjukkan angka tahun, yang berkaitan dengan masa pemerintahan tersebut, seperti Dwarapala berangka tahun 1242 Śaka (1320 M) dan Candi Angka tahun 1291 Śaka (1369 M).
Pembangunan kompleks Candi Penataran terhubung dengan empat masa pemerintahan, Raja Jayanagara, Ratu Tribhuwanotunggadewī, Raja Hayam Wuruk, dan Ratu Suhita. Namun, tidak ditemukan angka tahun yang mencatat pembangunan pada masa Raja Wikramawarddhana (1389-1400). Hal ini disebabkan krisis internal dan eksternal yang melanda Majapahit, termasuk perang saudara antara Wikramawarddhana dan Wirabhumi dari Blambangan.
Kemenangan Wikramawarddhana dalam perang saudara tersebut tidak mengembalikan kejayaan Majapahit. Intrik dalam keluarga kerajaan terus berlanjut, yang menghambat konsentrasi pada bidang seni dan pembangunan. Selain itu, wabah kelaparan juga melanda Majapahit pada masa itu, menambah kesulitan yang dihadapi kerajaan.
Makam dan Museum Bung Karno
Presiden pertama Indonesia Soekarno yang meninggal pada 21 Juni 1970 disemayamkan di Blitar. Makam Bung Karno kerap didatangi para peziarah dari berbagai kalangan, termasuk politik yang akan berkontetasi. Kompleks makam Bung Karno berada di area seluas 1,8 hektare dan terbagi menjadi tiga halaman: halaman, teras dan pendopo. Makam Bung Karno berada di bangunan utama yaitu Cungkup Astono Mulyo.
Selain makam, di sini juga didirikan Museum Bung Karno yang berisi berbagai peninggalan Sang Proklamator seperti pakaian, peci dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya, keris, foto Sang Fajar. Di area ini juga terdapat perpustakaan proklamator Bung Karno yang berisi buku bacaan. Ini sesuai dengan hobi Bung Karno yakni membaca. Harga tiket masuk kompleks makam Bung Karno hanya Rp3.000 per orang.
Lokasi: Jl. Ir. Soekarno No.152, Bendogerit, Kec. Sananwetan, Kota BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-18.00 WIB
Baca Juga: 6 Rekomendasi Hotel Dekat Alun-Alun Blitar
Situs Umpak Balekambang
Peninggalan sejarah Situs Umpak Balekambang terdiri atas jajaran umpak atau alas penyangga tiang rumah yang terbuat dari batu. Di situs ini terdapat 36 buah umpak yang dulunya diperkirakan sebagai alas pendopo yang digunakan untuk tempat bersemedi dan istirahat raja-raja sejak zaman kerajaan Kediri hingga zaman Majapahit di era Hayam Wuruk. Diperkirakan situs umpak Balekambang ini sudah ada sejak tahun 1272 Masehi yang tertulis di salah satu umpak.
Lokasi: Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-17.00 WIB.
Sungguh sangat beragam kan kekayaan sejarah Indonesia yang dapat dijumpai di Blitar? Mulai dari candi yang diperkirakan usianya ratusan tahun hingga makam proklamator Indonesia. Jadi makin cinta dan bangga sama Tanah Air!
Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Makan Gudeg di Blitar
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
KOMPAS.com - Candi Rambut Monte terletak di Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Situs candi ini berada di kawasan wisata Telaga Rambut Monte.
Konon, keberadaan candi dan Telaga Rambut Monte dikaitkan dengan mitos tentang resi (petapa) dari zaman Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Sejarah Candi Pamotan di Sidoarjo
Candi Rambut Monte terbuat dari batu andesit berdenah segi empat berukuran 2,92 x 2,96 meter dengan tinggi yang tersisa 85 cm.
Saat ini, struktur bangunan candi yang tersisa hanya bagian kaki dan sebagian tubuhnya saja, sedangkan bagian atapnya telah runtuh. Bentuk asli Candi Rambut Monte pun tidak diketahui.
Pada sisi barat atau bagian depan candi terdapat hiasan kala yang tidak digambarkan secara lazim.
Kala biasanya berupa kepala raksasa berambut gimbal dan bertanduk, dengan taring tajam.
Pada Candi Rambut Monte, hiasan kala digambarkan seperti kepala manusia yang sedang merangkak dan di atasnya terdapat hiasan ular dengan sulur, yang oleh masyarakat disebut dengan monte, sebagai rambut ular.
Karena itu candi ini dikenal dengan sebutan Candi Rambut Monte.
Baca juga: Candi Karang Besuki, Tempat Keselamatan dari Masa Kerajaan Kanjuruhan
Namun, pendapat lain menyebut bahwa nama Rambut Monte berasal dari dua kata, yakni rambut dan monte.
Kata rambut merupakan gabungan dari ra, yang berarti penghormatan, dan but yang merupakan kependekan dari buyut. Sedangkan monte adalah sejenis tanaman.
Dari asal kata tersebut, Rambut Monte dapat diartikan sebagai tempat penghormatan yang disucikan.
Selain reruntuhan candi, artefak lain yang ditemukan di sekitarnya adalah sebuah yoni dan lingga, yang memiliki motif hiasan ukiran sulur-sulur gelung.
Dari temuan lepas tersebut, dapat diketahui bahwa Candi Rambut Monte berlatarbelakang agama Hindu.
Sayangnya, tidak diketahui kapan candi ini dibangun dan siapa yang memerintahkan pembangunannya.
Baca juga: Sejarah Candi Tawangalun di Sidoarjo
Blitar yang menjadi Kota Patriot ini juga memiliki julukan lain yaitu Bumi Seribu Candi. Bukan tanpa alasan, julukan tersebut karena di wilayah Blitar terdapat banyak sekali candi bukti peninggalan sejarah masa lampau yang keberadaannya dapat dilihat hingga saat ini.
Candi-candi tersebut juga telah mendapat pemerintah Kabupaten Blitar sehingga keberadaannya selalu dilindungi dan dijaga. Selain sebagai prasasti, candi di Blitar juga dijadikan sebagai sarana wisata dan edukasi yang bisa diakses oleh siapapun yang ingin melihatnya. Jika kalian sedang berkunjung ke Blitar, tak ada salahnya untuk mampir wisata di beberapa 9 candi bersejarah berikut ini!
Terletak di Gedog, Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, candi yang ditemukan kemudian pun dinamakan Candi Gedog. Candi tersebut terletak di bawah pohon beringin tua. Bentuk dari candi ini sendiri berupa dua buah kala dan sebuah Yoni yang patah bagian ceratnya.
Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat setempat, berdirinya Candi Gedog bermula dari seorang pemuda yang bernama Joko Pangon yang berguru pada seorang empu/pandai besi. Pada malamnya, dia bermimpi bertemu dengan seekor anjing hingga saat terbangun anjing itu benar ada di sebelahnya.
Namun, anehnya sang empu telah menghilang dan di sampingnya terdapat sebuah batu yang diduga sebagai perwujudan dari sang empu. Setelah itu, Joko Pangon mulai melakukan pembabatan hutan dan membuat candi dari batu perwujudan sang empu.
Baca Juga: 5 Alasan Wajib ke Pantai Serang Blitar, Surganya Pemburu Sunset
Candi Penataran merupakan sebuah situs candi terbesar di Jawa Timur yang memiliki latar belakang Hindu (Siwaitis). Candi ini berlokasi di Desa Penataran Kecamata Nglegok Kabupaten Blitar. Luas tanah yang ditempati oleh Candi Penataran mencapai 13.000 hektare dan dibagi menjadi halaman depan, tengah dan belakang.
Dibangun pada tahun 1990-1200 saat masa Kerajaan Majapahit, pemerintahan Raja Srengga, Candi Penataran diresmikan sebagai candi negara yang merupakan tempat untuk ibadah serta upacara pemujaan penangkalan bahaya Gunung Kelud. Candi ini juga kerap dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk.
Baca Juga: 5 Alasan dan Fakta Sejarah Berdirinya Candi Penataran di Blitar
Nama Candi Sawentar diambil dari nama lokasi tempatnya ditemukan, yaitu desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Candi Sawentar berada di dua lokasi terpisah. Candi Sawentar I tersusun dari sebuah batu andesit dengan pintu masuk sendiri menghadap ke arah barat. Sedangkan Candi Sawentar II berlokasi kurang lebih 100 meter dari candi pertama.
Candi tersebut dibangun pada zaman Majapahit yang diperkirakan pembangunnya antara masa pemerinatahan Raden Wijaya dan Jayanegara. Namun, banyak benda peninggalan sejarah di sekitar lokasi candi yang diperkirakan sebagai peninggalan Raja Suhita sebagai penginggat Perang Paregreg (1358 S/1436 M). Lokasi tersebut juga digunakan sebagai tempat penyembahan Dewa Siwa dan Wisnu.
Candi keempat adalah Candi Kotes yang terletak di Dukuh Sukosewu, Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1222-1223 Saka, yaitu zaman pemerintahan Raden Wijaya.
Keberadaan candi ini merupakan sebuah bentuk rasa terima kasih Raden Wijaya karena telah dibantu di masa peperangan melawan Jayakatwang di Kediri. Sebagaimana aturan yang berlaku, masyarakat Kotes yang ikut membantu kemenangan Raja Wijaya, dibangunkan sebuah tanah kosong kepada kepala desa sima, atau dibuatkan bangunan suci tempat peribadatan.
Berlokasi di Dusun Krajan, Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Candi Simping merupakan peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Candi tersebut juga merupakan tempat perabuan Raden Wijaya yang wafat pada tahun 1309, di mana abu dari Raja Tersebut didarmakan di samping Candi Simping.
Raden Wijaya yang merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa tuanya mendapatkan banyak pemberontakan dari teman-teman dekatnya antarai lain pemberontakan Rangga Lawe dan Lembu Sora yang berhasil diselesaikan ada tahun 1300M. Kemudian pada tahun 1309, Raden Wijaya mangkat dan pendharmaan abunya di Antahpura tersimpan di Candi Simping.
Letak administratif Candi Selotumpuk berlokasi di Desa Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Candi berada di atas Gunung Batok sehingga perlu melakukan pendakian sekitar 20 menit untuk dapat sampai ke candi tersebut. Seperti namanya selo tumpuk yang berarti tumpukan batu, candi ini berbentuk batu-batu yang ditumpuk dan memiliko ukuran yang tidak terlalu besar dengan panjang sekitar 5 meter, lebar 4 meter dan tinggi 0.75 meter.
Meskipun tidak ditemukan sejarah tertulis dalam candi tersebut, namun diyakini bahwa candi ini merupakan peninggalan sejarah yang berharga. Namun, adanya kemiripan relief Candi selo Tumpuk dengan Bukbuksah Gagangaking di Pendopo Teras Candi Penataran, diperkirakan bahwa candi tersebut juga merupakan peninggalan sejarah Majapahit.
Candi Gambar Wetan
Candi Gambar Wetan terletak di Desa Gambar, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Lokasi candi ini berada di lereng Gunung Kelud dan di pinggir sungai Bladak. Candi Gambar Wetan berada di puncak bukit dengan dwarapala yang menjaga pada tangganya.
Diperkirakan bahwa keberadaan candi Gambar Wetan tak lepas dari kerajaan Majapahit. Hal ini terbukti dengan bentuk relief yang sama dengan relief peninggalan Majapahit lainnya. Tempat ini diduga sebagai tempat peristirahatan Hayam Wuruk dan raja Majapahit lainnya yang tengah melakukan perjalanan ke Gunung Kelud maupun ke Candi Penataran.
Lokasi Candi Kalicilik terletak di Dusun Candirejo, Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Pada pintu masuk candi, terdapat tulisan tahun pembuatannya yaitu 1271 S/1349 M. Candi Kalicilik tersusun dari bata dan batu andesit.
Diperkirakan bahwa candi Kaliciliki dibangun pada masa pemerintahan Majapahit oleh Thibuwana Tunggadewi. Ditemukannya arca Agastya membuat peneliti yakin bahwa candi ini berlatar belakang Hindu dengan sembahan Dewa Siwa. Sementara itu, keberadaan candi tersebut sebagai pendharmaan Raja Ken Angrok (pendiri dinasti Rajasa yang keturanannya memerintah di kerajaan Singosari dan Majapahit).